Bagaimana Menemukan DNA Bisnis

Oleh Fahmi Tibyan - 06 Agustus 2018
282 kali telah dibaca

Pengen nulis soal bagaimana menemukan DNA Bisnis.yang dimaksud DNA Bisnis ini adalah core bisnis yang menjadi keunggulan tiap individu pelaku usaha. Sederhananya sector bisnis atau katagori bisnis apa yang menjadi hoki dari setiap pelaku bisnis, sehingga dibidang tertentu itu seorang pelaku usaha bisa di tingkatkan kapasitanya untuk berkembang maksimal.

Ada yang mengatakan DNA bisnis itu ibarat kita punya bisnis yang sudah bisa jualan sendiri. Sehingga tanpa promosi macam macam bisnis itu berjalan dan berkembang dan pemasarannya cukup powerfull walau dari mulut ke mulut.

Sebagaimana contoh seorang penjual nasi pecel yang jualan di sebuah gang sempit, namun karena pecelnya sudah dikenal danmemiliki ciri khas yang susah dicari oleh warung pecel lainnya, akhirnya pembeli rela untuk datang danmemburu nasi pecel itu, walaupun harus antri dan berdesak desakan.

Kata guru saya, DNA bisnis bisa diciptakan dan dibentuk. Ilmu ini bukan soal bakat atau tidak bakat. Namun bisa dilatih terus menerus untuk menemukan pola keberhasilannya.

Baiklah mohon ijin, menulis soal DNA bisnis ini sebagian terinsipirasi dari dari ilmunya Pak Budi Satria Isman dalam Smart Business Map dan Business Model Generation, serta saya kombinasi dari pengalaman di lapangan.

Temukan problem yang ingin diatasi

DNA bisnis tidak semata mata karena pencitraan ataupun branding.  Namun lebih pada solusi yang ditawarkan terhadap problem yang dihadapi konsumen. Misalnya konsumen pengen makan yang murah dan wareg (kenyang), maka warteg punya solusi sehingga menjadi DNA bisnisnya dikenal sebagai warung yang murah dan wareg.

Celakannya perilaku konsumen era digital ini sudah berubah 360 derajat dengan konsumen zaman old, jadi bagi para startup atau UMKM pemula, mesti memberikan solusi yang tepat yang dibutuhkan oleh konsumen.

Kabar baiknya, ternyata yang usaha mikro kecil kita sebenarnya sudah mempunyai basic DNA bisnis yang kuat. Buktinya mereka bisa tetap bertahan ditengah krisis, dan menjadi tumpuan hidup keluarga sehari hari.

Artinya fundamental bisnisnya sudah ada tinggal diperkuat untuk menjadi DNA bisnis yang handal. Sepertihalnya penjual pecel lele dijalan jalan dengan branding spanduk kain dengan gambar ikan lele, ayam atau bebek khas Lamongan, tanpa perlu pertanyaan lanjutan konsumen pasti sudah langsung menebak, kalau makan di warung tenda itu, maka dia akan menikmati sambelan dan ikan lele yang masih fresh. Sederhanannya itulah DNA bisnis, bisnis yang bisa jualan sendiri tanpa warung lele tadi mempromosikan dengan macam macam mengenai bisnisnya.

Tawarkan Nilai / Keunggulan yang dimiliki

Ibarat bersaing di tengah kerumunan, maka perlu untuk lebih menonjol dan tampil beda, sehingga bisa lebih mudah dikenali di tengah tengah kerumunan tersebut. Maka tidak cukup untuk ikut ikutan atau mengekor dengan bisnis yang sudah ada. Perlu untuk memunculkan nilai tawar atau keunggulan yang lebih dibandingkan dengan competitor.

Kalau di SBM ini dikenal dengan USP atau Unique Selling Proposition, atau Value Proposition di BMC. Yakni sebagai keunggulan atau pembeda dibandingkan dengan yang lain.

Nah keunggulan tadi itulah yang dikomunikasikan terus menerus kepada khalayak sehingga menjadi kekuatan dan pengenal bagi konsumen. Istilahnya Branding masuk lewat lewat keunggulan ini, sehingga menjadi karaktersitik dari produk atau layanan yang kita tawarkan.

Sepertihalnya yang kita lakukan, kalau orang jualan tempe tentu sepasar banyak yang jual mulai dari mlijo sampai pedagang klongtong. Namun kalau yang kita jual adalah tempe higienis yang berasal dari kedelai lokal non GMO yang berprotein tinggi sekitar 43% dibandingkan protein rata rata kedelai impor 36 %, maka jelas kita tidak sedang jualan tempe he… tapi jualan protein dan gaya hidup sehat.

Value, atau Keunggulan itu harus terus menerus di komunikasikan dengan car acara yang tepat, sehingga lambat laun menjadi branding bagi produk atau layanan kita, dari sanalah DNA bisnis terus menerus akan diasah dan ditemukan.

 Model Konvensional

Sepertihalnya anda yang bergerak di bidang jasa, maka portofolio atau riwayat pekerjaan anda, atau dengan kata lain reputasi yang anda bangun akan sangat menentukan dari DNA bisnis anda, dan disanalah kemudian orang lain atau pelanggan lebih mengenal tentang anda.

Sama halnya ketika anda melihat sebuah rumah makan yang letaknya mungkin tidak terlalu strategis, namun memiliki pelanggan yang loyal dan bahkan harus rela antri untuk mendapatkan seporsi hidangannya.

Tentu pedagang tadi tidak tiba tiba bisa langsung ramai. Mungkin dia sudah merasakan jatuh bangunnya dalam bisnis makanan, sehingga akhirnya menemukan pola ramainya. Mungkin juga dia sudah menjual makanan itu puluhan tahun dari generasi ke generasi.

Sehingga jangan dilihat dari hasil hari ini, namun lihatlah proses dan kerja keras yang ia bangun sehingga bisa sampai pada level kematangan bisnis yang seperti itu.

Proses yang saya ilustrasikan diatas, saya istilahkan dengan model konvensional. Model ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan daya tahan bisnis yang luar biasa. Karena harus mengalami fase jatuh bangun, jatuh lagi, bangun lagi hingga memasuki fase kematangan bisnis dan mendapatkan momentum yang tepat.

Hingga ada kalanya fase ini juga tidak bisa bertahan lama manakala tidak memperhatikan lingkungan eksternal (core environment) sepertihalnya perubahan teknologi, aturan kebijakan pemerintah dan sebagainya yang tidak bisa dikontrol sendiri. Seperti dalam contoh bisnis warnet yang saat ini sudah gulung tikar.

 

Model Unkonvensional

Menariknya era digital saat ini sudah sangat memungkinkan untuk mempercepat proses dalam membangun DNA Bisnisnya. Sehingga jangan kaget, jika ada bisnis yang baru buka tiba tiba bisa langsung sangat ramai dan diburu oleh pelanggannya.

Sama halnya dengan contoh fenomenal lahirnya Gojek, yang membuat kelabakan perusahaan taksi dan angkutan konvensional. Kok bisa ya baru di launching kok langsung ramai ? Atau contoh oleh oleh kekinian suatu kota yang baru buka, namun pembeli sudah pada antri ? Disinilah kehebatan model ini untuk merancang dan mendesain suatu bisnis yang ketika belum buka orang sudah pada menanti nanti, dan ketika buka, orang sudah pada mengantri.

Teknologi digital telah memungkinkan untuk mempercepat prosesnya. Baik melalui riset dan analitik yang sangat cepat, Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan yang mampu menganalisa perilaku pelanggan. Bahkan sebelum pelanggan memutuskan membeli hingga peranan dari digital marketing lewat social media yang menjadikan informasi begitu cepat dan mudah  didapatkan.

Menyambung dengan tulisan sebelumnya, artinya terdapat problem atau masalah dari pelanggan yang belum terpecahkan oleh bisnis yang sudah ada. Sehingga ketika ada bisnis baru yang buka, langsung klop dan sesuai dengan kebutuhan dan memberikan solusi bagi pelanggan. Disinilah DNA dan Model Bisnis di desain dan dirancang.

Saya rasa banyak tools saat ini yang dikembangkan untuk mendesain DNA dan model bisnis ini, maaf tidak saya bahas detail ddalam tulisan ini. Menurut saya tools yang powerfull teman teman bisa menggunakan desaign thinking dulu sebelum merancang sebuah Bisnis Model.

Kembali pada topik kita, bagaimana menemukan DNA bisnis rasanya tidak ada cara yang baku. Namun mesti terus menerus dipelajari dan dipraktekkan polannya. Mau cara konvensional ataupun unkonvensional  perlu divalidasi terus hingga menemukan polannya.

 

Bagikan ke :

Komentar

Perlu akses login!