APAKAH TRAINER HARUS PRAKTISI?

Oleh Eko Pramana Putra - 12 Desember 2018
428 kali telah dibaca

Artikel kali ini saya sarikan dari tulisannya SURYA KRESNANDA seorang Professional Learning Designer yang juga Penulis Buku WHY TRAINING FAILS? AND WHAT TO DO ABOUT IT. 

Dari beberapa hari kemarin banyak yang bertanya apakah trainer binsis itu mesti praktisi, terus kalo dia hanya akademisi apakah tidak boleh menjadi seorang trainer bisnis? Nah untuk menjawab pertanyaaan tersebut silahkan teman-teman baca artikel malam ini sampai dengan selesai, dan terus simpulkan sendiri. Ok kita mulai.


Perusahaan punya Trainer Internal. Namun Trainer Internal yang dedicated biasanya bukan praktisi langsung. Karena posisi 'dedicated'-nya membuat sang Trainer tak punya banyak waktu untuk menjadi praktisi.


Di sesi Training, cukup sering terjadi, peserta tidak mau dilatih oleh Trainer Internal karena sang Trainer belum tentu jago melakukan apa yang diajarkan.


Kegalauan pun terjadi di kalangan Trainer Profesional, terutama saat viral video tentang 'Penjual Ludah' beberapa waktu lalu.


Timbul pertanyaan yang sering diajukan ke saya, "Apakah Trainer harus dari kalangan Praktisi?"


Sebenarnya antara 'melakukan' dan 'mengajarkan' ada pada dua domain berbeda. Orang yang bisa melakukan sesuatu, tidak serta-merta membuatnya bisa mengajarkan keahliannya dengan baik. Hal serupa terjadi sebaliknya.


Antara melakukan sesuatu secara praktis dengan mengajarkan serta melatihkan, memang menuntut dua kelompok kompetensi berbeda. Dan irisan keduanya hanya pada kata 'pengetahuan'.


Artinya, saat Trainer sudah menguasai kompetensi melatih, tanpa mampu melakukan apa yang dilatihkan secara praktis, ia sudah bisa mengajarkan dan melatihkan sesuatu dengan baik selama punya pengetahuannya.


'Pengetahuan' di sini tentu bukan sekedar asal tahu, melainkan pengetahuan mendalam. Bukan soal teori, tapi pengetahuan tentang bagaimana teori itu diterapkan dalam berbagai kasus.


Misal teman saya seorang Trainer Selling Skill. Secara praktis ia tak pernah jadi Sales Profesional. Tapi kerjaannya sehari2 nongkrong di Mall, pura2 jadi pelanggan saat ketemu Sales Otomotif atau Sales Toko. Sembari interaksi dengan para Sales, ia coba peran pelanggan berbeda mulai dari pelanggan baik sampai pelanggan rewel.


Kegiatan itu dilakukan dalam frekuensi sering, dirangkumnya segala pengetahuan dan disusun menjadi pola yang akhirnya dia ajarkan dan latihkan kepada para Sales. Hasilnya? Bagus. Kinerja peserta-nya tinggi.


Apa yang dilakukan teman saya ini adalah bentuk kecil dari Riset. Dalam bahasa saya, Riset Praktis. Ada yang menggolongkannya sebagai Modeling, ya boleh saja. Artinya, Riset Praktis bisa menjadi alternatif kebiasaan yang perlu dilakukan Trainer saat ia bukan dari kalangan Praktisi.


Saat Trainer punya pengalaman sebagai Praktisi, pengalamannya itu bisa membantu. Namun jika tidak, Riset Praktis bisa jadi pilihan, selama dilakukan hingga memberinya pengetahuan mendalam tentang bidang yang ia trainingkan.

Bagikan ke :

Komentar

Perlu akses login!